Selasa, 05 Februari 2013

Ciri dan Hakekat Sosiologi


 
 Ciri dan Hakekat Sosiologi
Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:
a)      Empiris, yang penelitiannya tentang masyarakat didasarkan pada hasil observasi (pengalaman).
b)      Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
c)      Kumulatif, disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
d)     Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.
Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut:
1)      Sosiologi adalah ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.
2)      Sosiologi termasuk disiplin ilmu normatif, bukan merupakan disiplin ilmu kategori yang membatasi diri pada kejadian saat ini dan bukan apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.
3)      Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan (applied science).
4)      Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.
5)      Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.
6)      Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia

0 komentar:

Tokoh-tokoh Sosiologi
 
      Auguste Comte
Sosiologi lahir sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat, baru muncul pada abad ke-19, yang dipopulerkan oleh seorang filosof Prancis yang bernama Auguste Comte (1798–1857). Comte merintis upaya penelitian terhadap masyarakat, yang selama berabad-abad sebelumnya dianggap mustahil. Atas jasanya memperkenalkan istilah sosiologi maka Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi. Ia mengkaji sosiologi secara sistematis, sehingga sosiologi terlepas dari ilmu filsafat dan berdiri sendiri sejak pertengahan abad ke-19.
Pemikiran Auguste Comte yang dijadikan dasar pemikiran sosiologi antara lain berikut ini: a. Membedakan sosiologi ke dalam statika sosial dan dinamika sosial. b. Pengembangan tiga tahap pemikiran manusia (tahap teologis, metafisis, dan positif) yang menjadi ciri perkembangan pengetahuan manusia dan masyarakat. c. Gejala sosial dapat dipelajari secara ilmiah melalui metodemetode pengamatan, percobaan, perbandingan dan sejarah. d. Fakta kolektif historis dan masyarakat terikat pada hukum-hukum tertentu dan tidak pada kehendak manusia.
b)     Emile Durkheim
Durkheim merupakan salah satu tokoh sosiologi yang dipengaruhi oleh tradisi pemikiran Prancis–Jerman. Durkheim termasuk salah satu peletak dasar-dasar sosiologi modern. Menurut Durkheim yang harus dipelajari sosiologi adalah fakta-fakta sosial mengenai cara bertindak, berpikir, dan merasakan apa yang ada di luar individu dan memiliki daya paksa atas dirinya. Contoh fakta sosial menurut Durkheim antara lain hukum, moral, kepercayaan, adat istiadat, tata cara berpakaian dan kaidah ekonomi. Fakta-fakta sosial tersebut dapat mengendalikan dan memaksa individu karena individu yang melanggarnya akan diberi sanksi oleh masyarakat.
c)      Karl Marx
Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang sosiolog. Sebagai seorang penulis sosiologi sumbangan Marx terletak pada teori kelas. Marx berpendapat bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kelas dalam ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu:
  1. Kaum borjuis (kaum kapitalis) yaitu kelas yang terdiri dari orang-orang yang menguasai alat-alat produksi dan modal;
  2. Kaum proletar adalah kelas yang terdiri atas orang-orang yang tidak mempunyai alat produksi dan modal, sehingga dieksploitasi oleh kaum kapitalis.
Menurut Marx, pada suatu saat kaum proletar menyadari akan kepentingan bersama, sehingga mereka bersatu dan memberontak terhadap kaum kapitalis. Mereka menang dan dapat mendirikan masyarakat tanpa kelas.
d)     Max Weber
Max Weber mengatakan bahwa yang dipelajari oleh sosiologi adalah tindakan sosial. Tindakan manusia disebut tindakan sosial apabila mempunyai arti subjektif. Tindakan itu dihubungkan dengan tingkah laku orang lain dan diorientasikan kepada kesudahannya, yang termasuk dalam tindakan sosial bukanlah tindakan terhadap objek-objek bukan manusia, seperti tukang kayu atau tindakan batiniah seperti bersemedi. Dalam analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat, konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan manusia. Manusia dapat mengubah sarana-sarana, objek, asas-asas atau pendukung-pendukungnya, tetapi tidak dapat membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat nyata dalam politik (perjuangan demi mencapai kekuasaan) dan dalam persaingan ekonomi.

0 komentar:

konflik

 
 
Pengertian Konflik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih(atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak berdaya.


Dalam Bahasa latin : Configere artinya saling memukul.

Pengertian Konflik menurut Ahli :
  • Soerjono Soekanto : Suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan /atau kekerasan.
  • Gillin and Gillin : konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan perilaku.

Faktor-faktor Penyebab Konflik
Soejono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :
  • perbedaan antarindividu,
  • perbedaan kebudayaan ,
  • perbedaan kepentingan dan
  • perubahan sosial.

Perbedaan antarindividu
Merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan dengan harga diri, kebanggan, dan identitas seseorang.
Sebagai contoh anda ingin suasana belajar tenang tetapi teman anda ingin belajar sambil bernyanyi, karena menurut teman anda itu sangat mundukung. Kemudian timbul amarah dalam diri anda. Sehingga terjadi konflik.

Perbedaan Kebudayaan
Kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat . tidak semua masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa yang dianggap baik oleh satu masyarakat belum tentu baik oleh masyarakat lainnya.
Interaksi sosial antarindividu atau kelompok dengan pola kebudayaan yang berlawanan dapat menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga berakibat konflik.

Perbedaan Kepentingan
Setiap kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang berbeda pula. Perbedaan kepentingan itu dapat menimbulkan konflik diantara mereka.

Perubahan Sosial
Perubahan yang terlalu cepat yang terjadi pada suatu masyarakat dapat mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat.
Sebagai contoh kaum muda ingin merombak pola perilaku tradisi masyarakatny, sedangkan kaum tua ingin mempertahankan tradisi dari nenek moyangnya. Maka akan timbulah konflik diantara mereka.



Bentuk-bentuk Konflik

Menurut Lewis A. Coser konflik dibedakan menjadi 2 yaitu :
  1. Konflik realistis berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap sistem atau tuntutan yang terdapat dalam hubungan sosial.
  2. Konflik nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan yang antagonis(berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk meredakan ketegangan.

Berdasarkan kedua bentuk konflik diatas Lewis A. Coser membedakannya lagi kedalam dua bentuk konflik berbeda, yaitu :
  • Konflik In-group adalah konflik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri
  • Konflik Out-Group adlah konflik yang terjadi antara suatu kelompok dengan kelompok lain.

Menurut Soerjono Soekanto konflik dibedakan menjadi 5 bentuk, yaitu :
  • Konflik atau pertentangan pribadi
  • Konflik atau pertentangan rasial
  • Konflik atau pertentangan antar kelas-kelas sosial
  • Konflik atau pertentangan politik
  • Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional

Berdasarkan Sifatnya :
  • Konflik destruktif, merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang , rasa benci dan dendam dari seseorang ataupun kelompok orang . Pada titik tertentu konflik ini dapat merusak atau menghancurkan sebuah hubungan.
  • Konflik konstruktif, merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan. Konflik ini menghasilkan konsesus dari perbedaan pendapat menuju sebuah perbaikan.

Berdasrkan posisi pelaku yang berkonflik
  • Konflik vertikal, konflik antar komponen masyarakat didalam suatu struktur yang bersifat hirarkis
  • Konflik horisontal,konflik antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan relatif sama.
  • Konflik diagonal, merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan aloksi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan ekstrim, contoh konflik poso


Berdasarkan sifat pelaku yang berkonflik
  • Konflik terbuka, merupakan konflik yang diketahui semua pihak, contoh konflik antara Israel dengan Palestina
  • Konflik tertutup, konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik

0 komentar:

Diferensiasi Sosial

 

 

Diferensiasi Sosial

Seperti yang telah disebutkan diatas, diferensiasi sosial adalah pembedaan masyarakat secara horisontal tanpa mempermasalahkan tinggi rendahnya status sosial masyarakat tertentu. Diferensiasi sosial muncul karena adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Perbedaan-perbedaan ini menyebabkan adanya pengelompokan masyarakat ke dalam kategori tertentu berdasarkan ciri fisik atau ciri sosial budaya. Beberapa contoh bentuk diferensiasi sosial antara lain diferensiasi sosial berdasarkan ras, suku bangsa, agama, dan gender.
  • Ras. Merupakan penggolongan manusia berdasarkan ciri-ciri fisik yang tampak dari luar (fenotip), seperti warna kulit, bentuk rambut, ukuran badan, dan lain-lain. Ras merupakan kodrat setiap manusia, jadi tidak ada satu ras yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ras yang lain. Secara umum, ras-ras manusia di dunia dapat dibedakan menjadi empat, yaitu ras Austroloid (orang Aborigin), Mongoloid (Asia dan penduduk asli Amerika), Kaukasoid (Eropa dan Arab), dan Negroid (kulit hitam).

  • Suku Bangsa. Adalah pengelompokan manusia berdasarkan corak budaya yang dimilikinya. Hildred Geertz dalam penelitiannya menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 319 suku bangsa, sedangkan menurut Koentjoroningrat terdapat 200 suku bangsa. Setiap suku bangsa biasanya memiliki bahasa daerah, adat istiadat, dan kesenian yang khas.

  • Agama. Merupakan sistem kepercayaan yang telah dibakukan dan dipandang sebagai sebuah kebenaran. Agama berisi pedoman-pedoman kepada manusia tentang hubungan antara sesama manusia dan antara manusia dengan tuhan.

  • Gender. Adalah diferensiasi sosial berdasarkan perbedaan sifat antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa kebudayaan, laki-laki dianggap memiliki status sosial yang lebih tinggi daripada perempuan. Akan tetapi, sekarang ini laki-laki dan perempuan dianggap mempunyai kedudukan dan peran yang sejajar dalam masyarakat

0 komentar:

Sabtu, 02 Februari 2013

 
BENTUK-BENTUK PERILAKU PENYIMPANGAN SOSIAL
Menyimpang atau tidaknya perilaku seseorang ditentukan oleh norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dimana ia tinggal. Setiap tindakan atau perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku akan dianggap sebagai penyimpangan. Ada beberapa bentuk perilaku menyimpang yang bersifat negatif, diantaranya adalah sebagai berikut :


a. Tindakan Kriminal atau Kejahatan.


Tindakan kriminal atau kejahatan merupakan tindakan yang bertentangan dengan norma hukum, norma sosial dan norma agama. Adapun tindakan kriminal meliputi pencurian, perampokan, pemerkosaan, penganiayan, pembunuhan. Selain itu berbagai bentuk kegiatan yang mengganggu keamanan Negara seperti korupsi, maker, dan terorisme, juga termasuk tindakan kriminal. Berbagai tindakan tersebut biasanya menjatuhkan korban di mana si korban akan kehilangan harta benda, cacat tubuh, bahkan tidak jarang pula kehilangan nyawa.


b. Penyalahgunaan Narkotika.


Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika, ada baiknya kita membahasnya dari tinjauan medis terlebih dahulu. Secara medis, narkotika berfungsi di rumah sakit bagi orang yang menderita sakit berat dengan rekomendasi dokter. Misalnya untuk penderita kanker atau orang yang akan menjalani operasi sebagai obat bius. Efek dari narkotika selain sebagai obat adalah timbulnya efek halusinasi (khayalan), impian yang indah-indah, atau rasa nyaman. Karena fungsi sampingan inilah ada sebagian masyarakat, terutama dikalangan remaja, ingin menggunakan narkotika walaupun tidak sedang menderita suatu penyakit. Hal itulah yang dinamakan penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obat perangsang yang sejenis terutama dikalangan remaja berkaitan erat dengan beberapa hal yang menyangkut sebab, motivasi, dan akibat yang ingin dicapai. Secara sosiologis, penyalahgunaan narkotika oleh kaum remaja merupakan perbuatan yang disadari berdasarkan pengetahuan/pengalaman sebagai pengaruh langsung ataupun tidak langsung dan pembentukan jati diri. Secara subjectif, penyalahguanaan narkotika oleh kaum remaja merupakan salah satu upaya individual agar dapat mengungkap dan menangkap kepuasan yang belum pernah dirasakan oleh setiap individu, terutama bagi setiap remaja yang sedang tumbuh dan berkembang dalam proses pencarian identitas dan pembentukan jati diri. Sedangkan secara objectif, penyalahgunaan narkotika adalah merupakan visualisasi dari proses isolasi yang pasti membebani fisik dan mental sehingga dapat menghambat pertumbuhan yang sehat. Secara universal, pnyalahgunaan narkotia dan zat lain sejenisnya merupakan perbuatan destruktif dengan efek-efek negatifnya atau bahkan dapat menimbulkan kematian bagi penggunanya. Sedangkan menurut Graham Baliene, seorang remaja yang melakukan penyalahgunaan narkotika disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :


1. Membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti berkelahi, ngebut dijalan atau balap sepeda, bergaul dengan lawan jenis, dan lain-lain.
2. Menunjukkan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua, guru, orang lain, atau bahkan kepada norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.
3. Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional.
4. Mencari dan menemukan arti hidup.
5. Menghilangkan kegelisahan, frustasi, dan kepenatan hati.
6. Mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual.
7. Hanya iseng-iseng atau didorong oleh rasa ingin tahu.
8. Mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan.
9. Mengikuti kemauan teman atau sepergaulan dalam rangka pembinaan solidaritas.


Penyalahgunan narkotika dapat mengakibatkan ketergantungan obat (ketagiahan) atau biasa disebut adikasi. Adikasi adalah ketergantungan obat atau keracunan obat yang bersifat kronik atau periodic sehinggan penderita menjadi kehilangan control terhadapdirinya dan menimbulkan kerugian, baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat. Mungkin pada awalnya seorang “pemakai” (sebutan bagi pengguna narkotika) hanya coba-coba dalam dosis ringan atau kecil, akan tetapi lama-kelamaan hal tersebut menjadi kebiasaan (habituasi). Apabila sudah sampai kondisi itu, maka ia akan menambah dosis untuk dapat menikmati efek yang diinginkan dan seperti itu terus-menerus (terus menambah dosis) hingga ia mengalami fase dipendensi (ketergantungan) dan merasa ia tidak dapat hidup tanpa narkotika. Kondisi demikian sudah dipastikan sangat membahayakan karena mengonsumsi narkotika secara berlebihan dapat merusak saraf, kelumpuhan, atau bahkan menimbulkan kematian yang biasa disebut dengan istilah “OD” (over dosis). Adapun bberapa gejala yang tampak pada sesorang yang menunjukkan ketergantungan terhadap obat-obat narkotika, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Muncul perilaku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat sekelilingnya, seperti bertindak semaunya sendiri, sering berdusta, menjadi tidak disiplin, ingin selalu keluar rumah, dan susah untuk bangun pagi.
b. Pada proses lanjut, kenakalan meningkat sampai pada tindakan mengambil barang berharga milik orang lain (mencuri) guna memenuhi kebutuhannya untuk mengonsumsi narkotika.
c. Pada dosis tinggi pemakai akan merasa dirinya paling tinggi, paling hebat, dan paling sanggup melakukan apa saja (kepercayaan dirinya melampaui batas).
d. Pada saat efek mulai menurun, penderita merasa sangat gelisah, muncul perasaan seperti diancam, dikejar-kejar, dan ingin menyakiti dirinya sendiri sampai bunuh diri atau membunuh orang lain yang disebut dengan sakau.

0 komentar:

 

TEORI TENTANG PERILAKU MENYIMPANG

a. Berdasarkan Sudut Pandang Sosiologi

1. Teori Labeling 
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang berperilaku menyimpang karena proses labeling yang diberikan masyarakat kepadanya. Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer” karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangan itupun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi pelakunya.

2. Teori Sosialisasi 
Teori Sosialisasi menyatakan bahwa seseorang biasanya menghayati nilai-nilai dan norma-norma dari bebrapa orang yang dekat dan cocok dengan dirinya. Jadi, bagaimanakah seseorang menghayati nilai-nilai dan norma-norma sosial sehingga dirinya dapat melahirkan perilaku menyimpang…...????? Ada dua penjelasan yang dapat di kemukakan. Pertama, Kebudayaan khusus yang menyimpang, yaitu apabila sebagian besar teman seseorang melakukan perilaku menyimpang maka orang itu mungkin akan berperilaku menyimpang juga. Sebagai contoh, beberapa studydi Amerika, menunjukkan bahwa di kampung-kampung yang berantakan dan tidak terorganisir secara baik, perilaku jahat merupakan pola perilaku yang normal (wajar).

3. Teori Pergaulan Berbeda ( Differential Association ) 
Teori ini diciptakan oleh Edwin H. Sutherland dan menurut teori ini penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan didapatkan dari proses alih budaya (cultural transmission) dan dari proses tersebut seseorang mempelajari subkebudayaan menyimpangang (deviant subculture). Contoh teori pergaulan berbeda : perilaku tunasusila, peran sebagai tunasusila dipelajari oleh seseorang dengan belajar yaitu melakukan pergaulan yang intim dengan para penyimpang (tunasusila senior) dan kemudian ia melakukan percobaan dengan melakukan peran menyimpang tersebut.

4. Teori Anomie 
Konsep anomie di kembangkangkan oleh seorang sosiologi dari Perancis, Emile Durkheim. Istilah Anomie dapat diartikan sebagai ketiadaan norma. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lain saling bertentangan. Suatu mayarakat yang anomis (tanpa norma) tidak mempunyai pedoman mantap yang dapat dipelajari dan di pegang oleh para anggota masyarakatnya. Selain Emile Durkheim ada tokoh lain yang mengemukakan tentang teori anomie yaitu Robert K. Merton, ia mengemukakan bahwa penyimpangan terjadi melalui struktur sosial. Menurut Merton struktur sosial dapat menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) dan sekaligus perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Merton berpendapat bahwa struktur sosial mengahasilkan tekanan kearah anomie dan perilaku menyimpang karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Merton ada lima tipe cara adaptasi individu untuk mencapai tujuan budaya dari yang wajar sampai menyimpang, yaitu sebagai berikut :
a. Konformitas (Conformity) Konformitas merupakan sikap menerima tujuan budaya dengan cara mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat.
Contoh : seseorang yang ingin menjadi orang kaya berusaha untuk mewujudkannya dengan menempuh pendidikan tinggi dan bekerja keras.
b. Inovasi (Innovation) Inovasi merupakan sikap menerima secara kritis cara-cara pencapaian tujuan yang sesuai dengan nilai budaya sambil menempuh cara-cara batu yang belum biasa atau tidak umum dilakukan.
Contoh : seseorang yang ingin menjadi orang kaya, tetpai kedudukannya di tempat tidak memungkinkan memperoleh gaji besar, sehingga ia melakukan jalan pintas memperoleh rasa aman saja.
c. Ritualisme (Ritualism) Ritualisme merupakan sikap menerima cara-cara yang diperkenalkan secara cultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan, sehingga perbuatan ritualisme berpegang teguh pada kaida-kaidah yang berlaku namun mengorbankan nilai sosial budaya yang ada.
Contoh : seorang karyawan bekerja tidak untuk memperoleh kekayaan, tetapi hanya sekedar memperoleh rasa aman saja.
d. Pengasingan Diri (Retreatism) Pengasingan diri merupakan sikap menolak tujuan-tujuan ataupun cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat ataupun lingkungan sosialnya.
Contoh : para pemabuk dan pemakai narkoba yang seakan-akan berusaha melarikan diri dari masyarakat dan lingkungan.
e. Pemberontakan (Rebeliion) Pemberontakan merupakan sikap menolak sarana dan tujuan-tujuan yang disahkan oleh budaya masyarakat dan menggantikan dengan cara yang baru.
Contoh : kaum pemberontak yang memperjuangkan ideologinya melalui perlawanan bersenjata. Dari kelima tipe diatas, tipe cara adaptasi konformitaslah yang merupakan bentuk perilaku yang tidak menyimpang, sedangkan ke-empat tipe adaptasi lainnya termasuk dalam bentuk perilaku yang menyimpang.
Untuk memperjelas pemahaman anda mengenai tipe cara adaptasi individu menurut Merton, perhatikan table di bawah ini :
Tipe Cara Adaptasi Tujuan Budaya Cara-Cara yang Melembaga Konformitas Inovasi Ritualisme Pengasingan diri Pembenrontakan + + - - ± + - + - ± 
Keterangan : +: sikap menerima - : penolakan ± : penolakan terhadap nilai-nilai yang berlaku dan upaya menggantinya dengan nilai-nilai baru.
b. Berdasarkan Sudut Pandang Psikologi Seorang tokoh psikolog asal Australia yang terkenal dengan teori psikoanalisasinyabernama Sigmund Freud (1856-1939) menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga bagian penting, yaitu berupa hal-hal sebagai berikut:
1. Id, adalah bagian dari yang bersifat tidak sadar, nalurilah, dan mudah terpengaruh oleh gerak hati.
2. Ego, adalah bagian diri yang bersifat sadar dan rasional yang berfungsi menjaga pintu kepribadian.
3. Supergo, adalah bagian dari diri yang telah mengabsorbsi (menyerap) nilai-nilai cultural yang berfungsi sebagai suara hati. Menurut Fried perilaku menyimpang dapat terjadi pada diri seseorang apabila id terlalu berlebihan sehingga tidak terkontrol dan muncul bersamaan dengan superegoyang tidak aktif, sementara dalam waktu yang bersamaan ego tidak berhasil memberikan perimbangan.
c. Berdasarkan Sudut Pandang Biologi Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi tiga tipe dasar,yaitu sebagai berikut :
1. Endomorph (bundar, halus, dan gemuk)
2. Mesomorph (berotot dan atletis)
3. Ectomorph (tipis dan kurus) Stiap tipe tubuh mempunyai kecenderungan sifat-sifat kepribadian.
Contohnya, penjahat pada umumnya bertipe mesomorph. Sedangkan Cesare Lombroso, seorang kriminologi dari Italia berpendapat bahwa orang jahat memiliki ciri-ciri ukuran rahang dan tulang pipi panjang, memiliki kelainan pada mata yang khas, tangan dan jari-jari relative besar, dan susunan gigi abnormal. Adapun tipe pelaku kriminal menurut Casare Lomboso adal sebagai berikut : “ Teori biologis mendapat banyak kritikan dan diragukam kebenarannya, sehingga para ilmuwan sosial beranggapan bahwa factor biologis merupakan factor yang secara relative tidak penting pengaruhnya terhadap penyimpangan perilaku”.
d. Berdasarkan Sudut Pandang Kriminologi
1. Teori Konflik Berdasarkan teori ini terdapat dua macam konflik, yaitu sebagai berikut : a. Konflik Budaya Dalam suatu masyarakat dapat terjadi konflik budaya etika dalam masyarakat tersebut terdapat sejumlah kebudayaan khusus dimana setiap kebudayaan khusus tersebut cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungkinan adanya kesepakatan nilai. Sejumlah norma yang bersumber dari kebudayaan khusus yang berbeda saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya dan dapat menimbulkan kondisi anomie.
b. Konflik Kelas Sosial Konflik kelas sosial dapat terjadi di masyarakat ketika suatu kelompok membuat peraturan sendiri untuk melindungi kepentingan, sehingga terjadilah eksploitasi kelas atas terhadap kelas bawah. Orang-orang yang menentang hak-hak istimewa kelas atas dianggap berperilaku menyimpang dan di cap sebagai penjahat.

2. Teori Pengendalian Teori pengendalian beranggapan bahwa masyarakat sebenarnya mmiliki kesepakatan tentang nilai-nilai tertentu yang menjadi dasar suatu perilaku dapat dikatakan menyimpang atau tidak. Pengendalian itu mencangkup dua bentuk, yaitu pengendalian dari dalam dan pengendalian dari luar.
Pengendalian dari dalam berupa norma yang dihayati dan nilai yang dipelajari oleh seseorang melalui proses sosialisasi.
Contohnya, nilai-nilai dan norma sosial yang diperoleh dari lembaga keluarga, lembaga sekolah dan masyarakat yang mengharuskannya untuk menghormati sesame manusia. Pengendalian dari luar adalah imbalan sosial terhadap kepatuhan dan sanksi yang diberikan kepada setiap tindak penyimpangan atau pelanggaran nilai dan norma dominan. Misalnya, jika seseorang melanggar norma pergaulan sosial maka ia akan dijatuhi sanksi oleh masyarakatnya.
 
 

0 komentar:

 

Pengertian Kelompok Sosial
1. Menurut Robert K. Merton (Dalam Kamanto Sunarto, 131 ; 2000),
pengertian kelompok sosial adalah sekelompok orang yang saling berinteraksi
sesuai dengan pola yang telah mapan.
2. Menurut Bierstedt (Dalam Kamanto Sunarto, 130 ; 2000), kelompok
sosial adalah kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis,
berhubungan satu dengan yang lain, tetapi tidak terikat dalam ikatan
organisasi.

Menurut Soerjono Soekanto (115 ; 2005) suatu himpunan manusia
dapat dinamakan kelompok sosial, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang
bersangkutan,
2. ada hubungan timbal balik antaranggota,
3. ada suatu faktor yang dimiliki bersama seperti nasib, kepentingan, tujuan, ideologi
politik, dan lain-lain.
4. berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku, dan
5. bersistem dan berproses.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam kelompok sosial terdapat anggota kelompok yang saling berinteraksi
dan memiliki kesadaran dalam satu ikatan. Tidak semua orang yang berkumpul
merupakan kelompok sosial. Mungkin saja berkumpulnya orang tersebut
karena adanya rangsang tertentu dan bukan atas kesadaran jenis. Contohnya
orang-orang yang sedang membeli karcis kereta api, orang yang sedang naik bis,
orang yang sedang menonton sepak bola, dan sebagainya. Mereka sebenarnya
juga merupakan kelompok, tetapi bersifat semu, dan tidak permanen

0 komentar: